Selasa, 26 Mei 2015

HAKI

Menurut saya Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HAKI berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Dan menurut hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial (commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam bidang komersial (goodwill).

Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil + penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.

Syarat :
  • Foto copy KTP Pemegang Hak/Direktur.
  • SuratDomisli Usaha.
  • Keterangan Design Industri.
  • Fc Dokumen Badan Hukum  (CV / PT ).

Uraian Penemuan berupa :
  • Judul Penemuan.
  • Bidang Teknologi.
  • Uraian Proses Produksi.
  • Surat Pernyataan Klaim penemuan.
  • Deskripsi Gambar Proses.

Sanksi pidana atas pelanggaran HAKI dalam Undang-Undang R.I. No.19 tahun 2002 :
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupah).
5. Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda
paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
6. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
7. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
8. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
9. Barang siapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
Pasal 73
1. Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak terkait serta alat-alat yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan.
2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.


REFERENSI
https://blogmusic12.wordpress.com/2009/01/17/saksi-pelanggaran/

Rabu, 22 April 2015

HUKUM INDONESIA


 Asas – Asas Hukum Perjanjian

     Asas-asas hukum perjanjian mempunyai pengertian tersendiri, menurut Sudikno Mertokusumo memberikan kesimpulan pengertian asas hukum adalah suatu pemikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi pembentukan hukum positif. Dengan demikian asas hukum tersebut pada umumnya tidak tertuang di dalam peraturan yang konkret akan tetapi hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatarbelakangi pembentukannya. Hal ini disebabkan oleh sifat dari asas tesebut yaitu abstrak dan umum. Ulasan terhadap asas-asas pokok tersebut yang di pandang sebagai tiang penyangga hukum kontrak akan mengungkapkan latar belakang pola pikir yang melandasi hukum kontrak.

  •  Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
      yaitu asas yang menyatakan bahwa para pihak menurut kehendak, bebasnya masing- masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikat diri dengan siapa pun yang mereka kehendaki. Pihak-pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian trsebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa. Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
  • membuat atau tidak membuat perjanjian.
  • mengadakan perjanjian dengan siapa pun.
  • menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
  • menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.      


  • Asas Konsentualisme (concensulism) 
yaitu asas  yang menyatakan bahwa terbentuknya suatu perjanjian dikarenakan adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak - pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui consensus belaka. Dalam Pasal 1320 ayat 1 BW bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

  • Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
yaitu asas yang berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”



 Referensi :




Jumat, 27 Maret 2015

FREEPORT


PT.Freeport Indonesia adalah sebuah  perseroan terbatas dan berbadan hukum di Indonesia yang berafiliasi kepada Freeport McMoran Cooper & Gold Inc yang didirikan dengan akta notaris nomor 102 tanggal 26 Desember 1991,surat keputusan Menteri Kehakiman nomor c2-8171.HT.01.01.TH.91 tanggal 27 Desember 1991 yang berarti tunduk dan patuh pada semua ketentuan hukum yang berlaku di Republik Indonesia. Dengan mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.(AS). Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg dari 1967 dan tambang Grasberg sejak 1988.

Hukum Indonesia Yang Mengatur Freeport

Peraturan dasar yang mengatur usaha pertambangan di Indonesia adalah UU No 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 32/1969 tentang Pelaksanaan UU No11/1967. Dalam UU Pertambangan dinyatakan bahwa segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Terbitnya UU Penanaman Modal Asing, pada April 1967 Freeport adalah pemodal asing pertama yang masuk ke Indonesia. Setelah itu, pada kurun 1968 masuk 16 pertambangan luar negeri, seperti Inco, Bliton Mij, Alcoa, Kennecott, dan US Steel. Saat itu, Kontrak Karya (KK) sebagai produk hukum pertambangan sudah diterima kalangan pertambangan internasional.

         Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral adalah pihak yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam menandatangani Kontrak Karya aquo. Pada tanggal 7 April 1967 Pemerintah Republik Indonesia dan Freeport Indonesia Incorporated  sepakat membuat dan menandatangani kontrak karya yang berlaku selama 30 tahun, yang bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan eksplorasi dan pengembangan sumber daya mineral diwilayah Tembagapura,Papua,Indonesia. Dan pada tanggal 30 Desember 1991 ditandatangani pula Kontrak Karya aquo yang mengakhiri berlakunya Kontrak Karya yang pertama. Dimana PT.Freeport Indonesia adalah perusahaan pengganti bagi freeport Indonesia Incorporate.

Dalam kontrak karya pertambangan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT Freeport Indonesia Company disepakati di dalam pasal 32 bahwa pelaksanaan perjanjiannya akan diatur, tunduk kepada dan ditafsirkan sesuai dengan hukum Republik Indonesia yang saat ini berlaku. Dasar hukum yang digunakan dalam kontrak karya ini adalah :

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER)
  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pertambangan Umum.
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 

Unsur-unsur dalam kontrak karya pertambangan ini adalah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1320 BW/KUHPER :
  • Adanya para pihak : dalam kontrak ini yang menjadi pihak adalah Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia Company.
  • Adanya kesepakatan : Dalam kontak karya Pertambangan antara Pemerintah Republik Indonesia sepakat dengan PT. Freeport Indonesia Company untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi barang tambang di wilayah kontrak karya Blok A dan wilayah kontrak karya Blok B. wilayah kontak karya Blok A luasnya 100 meter persegi yang berlokasi di Pulau Irian. Wilayah kontrak karya Blok B adalah suatu wilayah yang ditetapkan dalam lampiran A persetujuan ini.
  • Adanya objek tertentu : dalam kontrak ini yang menjadi objek perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia Company adalah melakukan kegiatan penambangan mineral radioaktif, persenyawaan-persenyawaan hidrokarbon, nikel, timah atau batubara yang berada di lokasi yang telah ditentukan.
  • Adanya hal yang diperbolehkan.




Pendapat Hukum Tentang Freeport

Kontrak karya PT Freeport Indonesia dengan pemerintah cacat hukum. Hal itu dikarenakan kontrak yang dibuat bertentangan dengan UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU Minerba merupakan koreksi atas UU No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Di dalam Pasal 169 UU Minerba memerintahkan,kontrak karya disesuaikan dengan UU Minerba selambat-lambatnya satu tahun sejak UU Minerba diundangkan. Dengan demikian, renegosiasi pertambangan adalah salah satu mandat dari UU Minerba. semestinya renegosiasi kontrak karya Freeport sudah selesai pada tanggal 12 Januari 2010 lalu. Dengan berlarut-larutnya penyesuaian kontrak oleh Freeport terjadi kerugian keuangan negara.

PT Freeport Indonesia sudah mengajukan perpanjangan kontrak di Indonesia. Kontrak perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) ini akan habis pada tahun 2021. Tapi,  Freeport baru bisa mengajukan perpanjangan kontrak tambang di Mimika, Papua, paling cepat pada 2019. Menurut Wakil Menteri ESDM sesuai PP, kelanjutan operasi tambang baru bisa diajukan dua tahun sebelum akhir kontrak. Dengan demikian, kalau kontrak Freeport habis 2021, maka paling cepat diajukan 2019.  

Sesuai ketentuan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, permohonan perpanjangan diajukan paling cepat dua tahun dan paling lambat enam bulan sebelum habis masa kontrak. Untuk bisa melanjutkan kontrak operasi tambang di Indonesia, PT Freeport harus memenuhi syarat sesuai undang-undang (UU) No 4/2009, yakni mengubah jenis kontrak usaha ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan menyepakati poin-poin renegosiasi. Perpanjangan kontrak karya akan diberikan oleh Pemerintah Indonesia jika mereka memenuhi persyaratan-persyaratan yang diajukan, misalnya, kinerja perusahaan, kewajiban, smelter, royalti dan lain sebagainya.



Sumber :